Minggu, 17 Mei 2015

Dosen, Teman Dan Dilema


Assalamualaikum wr.wb....

Hhmm.... akhirnya aku baru apdet lagi di blog baru ini. Bukan karena kehabisan ide yg harus ditulis, namun justru karena ide-ide yg bermunculan begitu banyak dan serasa berdesakan dikepala, masing-masing ingin segera dituangkan tp karena ide yg terus berdesakan menjadikan kepala berkecamuk dan supaya adil aku memilih tidur dari pada pas lagi nuangin satu ide tiba-tiba ide lain ngrecokin pengen dituang juga dan akhirnya ngancurin postingan jadi mending tidur kan..

Sampai titik ini pun aku belum tau ide mana yg akan ku tulis tapi biarlah jemari kasarku yg memutuskannya ide mana yg harus dituang terlebih dahulu.

Sebenarnya ide-ide yg berdesakan itu hanya sebuah ceceran kisah lalu dari hari-hari yg pernah ku lalui, entah mengapa aku merasa ingin membaginya di sini padahal blog ini sepi pembacanya dan juga kisah-kisahku tak begitu menarik untuk dibaca karena sampai umurku sekarang ini tak ada hal istimewa dalam hidupku tak banyak pencapaian istimewa, tak ada tempat-tempat istimewa yg kudatangi, tak ada peristiwa istimewa yg terjadi semua cenderung datar tak banyak peningkatan yg terjadi kalau penurunan kulitas hidup, nah kalau untuk hal ini banyak sekali yg terjadi.

Tapi ya sudahlah meski rasanya lumayan eneg sama keadaan yg ya bisa dibilang ga enaknya pake banget tapi aku bisa apa,
menggerutu??
suudzon??
boleh yg kayak gitu? jelas engga kan.

Seandainya aku punya remote ajaib di filem Click aku pengen ngepouse hidupku bentaaarr aja aku mau ambil napas, napas yg bener-bener napas tapi ini kan bukan filem ini dunia nyata sekali kita kepleset di satu jalan udah ga bisa diundo cuma bisa diambil pelajarannya doang biar ga kepleset lagi dan ga perlu disesali rasa sakit atau rasa malu keplesetnya tapi diikhlasin aja.

Ngomongin masalah ikhlas mengikhlaskan aku jadi inget kata-kata temanku.
Jadi beberapa bulan lalu aku kenal seorang teman, kita sering sharing masalah-masalah problem hidup (jiaah sok banget..) tapi aku sih yg lebih sering nanya ini itu karena dia jauh lebih bijak dari pada aku jadi aku rasa dia bisa ngajarin aku cara memandang masalah dengan lebih jelas bukan memandang masalah dengan pandangan yg dibumbui kabut-kabut emosi.

Beberapa kali temanku itu menasihatiku dengan kata-kata yg sama
"man, kamu harus belajar ikhlas ya... ikhlas menerima ketetapan-Nya supaya hatimu lega dan tidak terus menerus merasa terbebani, ingat itu ya.."
Selain bijak dia juga sedikit banyak lebih tau tentang agama dibandingkan aku. Dan dia pun bersedia mengajariku ini itu.

Tapi aku sendiri sedikit dilema menanggapi nasihatnya karena makna dari nasihatnya sedikit bergesekan dengan yg kugenggam selama ini mungkin karena latar belakang penasihat yg berbeda ya maka intinya juga sedikit berbeda.

Jauh sebelum dinasihati temanku aku sudah lebih dulu mendapat nasihat dari seorang dosen dari sebuah univ. Waktu itu aku duduk dibangku SMA tepatnya kelas XII, aku tak ingat saat itu hari apa dan sedang ada event apa di sekolahku tapi yg pasti ada tamu yg datang ke sekolahku.

Saat aku sedang menyalin tulisan yg sebelumnya telah dicatat temanku di papan tulis tiba-tiba ada dua orang laki-laki masuk ruang kelasku, karena aku duduk dibangku pojok paling depan disamping pintu maka aku lah yg pertama tahu kalau ada orang yg masuk kelasku.

Dua orang yg masuk itu adalah guru BP dan seorang tamu yg kemudian guru BP bilang kalau beliau itu seorang dosen, kemudian guru BP menginformasikan sesuatu kepada kami (aku & teman-teman kelasku) aku mendengarnya sambil tak henti-hentinya tanganku menggerakan pulpenku kesana kemari untuk menulis, karena gaya tulisanku tegak bersambung maka untuk menulis cukup menempelkan ujung pulpen dipermukaan kertas lalu menariknya kesana-sini sudah bisa membentuk tulisan.

Sementara guru BP menyampaikan tujuannya masuk kelas kami dosen yg turut datang itu justru hanya diam berdiri di hadapanku meski aku tak memandangnya karena sedang fokus mencatat namun tetap saja sosoknya terlihat dari sudut mataku.

Saat guru BP selesai menyampaikan info dan hendak melangkah keluar dan mdninggalkan kelas tiba-tiba dosen di hadapanku yg tadinya diam entah memandang menanyaiku.
"kamu masih ingin sembuh??"
Aku yg masih asik mencatat merasa terkejut mendengar pertanyaan tiba-tiba itu, sontak saja tanganku berhenti menggerakkan pulpen di atas kertas bukuku. Sejenak aku terdiam sambil mengangkat daguku dan memikirkan jawaban apa yg aku lontarkan pada pria di hadapanku itu, sepertinya ia tak begitu paham "apa yg terjadi".

Setelah sejenak termenung akhirnya kulontarkan jawaban meski hanya sebuah gumam dan satu kata disertai anggukan pelan.
"hmm 'mm.. ya.."
"bagus, pertahankan itu... tapi kamu juga harus bersiap dengan kemungkinan terburuk ya, maaf saya bukan mau menakuti kamu atau apa tapi terkadang apa yg kita mau tak selalu sejalan dengan kenyataan, saya mau kamu kuat menghadapi apa pun yg terjadi nanti.."
Dosen itu mengakhiri nasihatnya dengan menepuk pelan pundak kananku lalu dia pergi keluar dari pintu kelas dan belalu sementara aku hanya termenung memandangi punggungnya yg semakin menjauh.

Aku sempat bertanya pada teman sebangkuku yg kebetulan perempuan.
"eh, guru BP tadi masuk ke sini buat ngasi info lha terus tamu tadi masuk ke sini mau ngapain ya masa cuma berdiari bengong doang.."
Tapi temanku hanya menanggapi pertanyaanku dengan mengangkat bahunya.

Nasihat dari dosen itu memang sedikit bertele tapi lebih mudah di impelementasikan dan terdengar lebih merdu di telingaku. Sementara nasihat dari temanku, lebih singkat daaann ya sebenarnya kalimat itu lebih kejam meski terbaca begitu santun.

Dalam beberapa hal aku memang lebih suka memakai pandanganku sendiri tp untuk dilema yg satu ini aku perlu mengumpulkan banyak pandangan dari orang-orang yg tidak biasa. Sebuah dilema serasa seperti sampah di ujung ngarai jika tak dibersihkan akan sering mengganggu ngarai, jika dilema tak dituntaskan hidup akan sering tersendat sementara kita semua tau waktu dan hidup terus bergerak maju tak perduli kau sedang berhenti merenungkan dilemamu waktu dan hidup tak sudi berhenti sejenak untuk menunggumu.

Ya, apa pun isi tulisan ini, mungkin tak penting atau mungkin juga tak bermakna tp ok lah tak ada yg salah dengan sebuah opini.

Agar semakin aneh sebaiknya tulisan ini ku akhiri sampai di sini. Kurang lebihnya mohon di maafin ya...

Wassalamualaikum wr.wb...

2 komentar: